Minggu, 01 Januari 2017

Ritual Sakral Naya

Everyone has their own therapy. And for Naya, fireworks is the best therapy.

Naya tidak ingat kapan ritual ini menjadi begitu sakral baginya; melihat kembang api di malam tahun baru.... "Aduh berisik banget sih neng ini kembang api, ini bentuk lain dari bakar duit nih neng!", ujar Mang Jaker ketika Naya sedang melakukan ritual sakralnya pertama kali, ketika ia masih duduk di bangku SMP. Mang Jaker adalah salah satu satpam di komplek tempat tinggal Naya. Mang Jaker ini cukup dekat dengan Naya, Jaker sendiri adalah singkatan dari Jajang Keren. Mang Jajang mulai mengganti namanya menjadi Jaker semenjak ia naik jabatan menjadi kepala satpam komplek, bagian dari personal branding katanya, Naya hanya tertawa sekaligus takjub mendengar Mang Jaker berkata begitu.

Kembali lagi ke kembang api.

Perhatikan kembang api, bahan peledak berdaya ledak rendah piroteknik yang digunakan umumnya untuk estetika dan hiburan. Jika dilihat dari dekat, kembang api hanyalah butiran-butiran api tak berbentuk, berantakan, tabrakan satu sama lain, tak bermakna, hanya mengganggu telinga dengan suara ledakannya yang berisik. Tapi coba mundur melangkah, beri jarak, beri spasi untuk membaca lebih jelas pola yang dibentuk kembang api. Kembang api berubah menjadi bentuk bunga yang indah, bentuk air mancur, bentuk hati, dan bentuk lainnya yang sering membuat Naya berpikir siapa orang kreatif di balik pembuatan bentuk-bentuk kembang api ini, pekerjaan yang sangat kece menurut Naya. "Apa pekerjaan kamu? "Creative Fireworks Specialist". 

Melihat kembang api di malah tahun baru menjadi sakral bagi Naya karena ketika melihat kembang api, Naya mengingat semua masalah-masalahnya setahun ke belakang. Masalah-masalahnya yang kayak kembang api, masalah-masalah gak jelas, kecil sampai besar, berantakan, kesana-kemari, berisik meneriaki otaknya, bikin pusing tujuh keliling, dan yang paling penting, bikin hatinya sakit kayak disutuk-tusuk!

Namun, ketika Naya melangkah mundur, memberi jarak agar bisa melihat masalahnya dari jauh, melihat pola yang dibentuk, melihat big picture-nya, maka Naya tidak merasa pusing lagi.

Naya hanya tersenyum, melihat indahnya pola yang masalah-masalah kecil itu telah bentuk, bagaimana masalah-masalah tersebut membentuk hidup Naya, menjadikan Naya seperti sekarang. Manuasia kuat yang tahan sama berisiknya kembang api!

Bukan berarti Naya tidak sedih lagi jika mengingat masalah-masalah tersebut. Naya sadar betul ia adalah orang yang overthinker, otaknya kadang memang menyebalkan, memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak dipikirkan, ingiiiiin rasanya Naya pergi ke Lacuna Inc., menghapus sebagian memori seprti yang dilakukan oleh Clementine Kruczynski di film Eternal Sunshine of The Spotless Mind. Tapi Naya tidak bisa, Naya ada di dunia nyata. Dan di dunia nyata ini, ada hal yang bisa Naya lakukan, yaitu tidak membiarkan rasa sedih mendominasi.


-------

Melihat kembang api, harus mau mencoba melihat dari jarak jauh agar terlihat pola indah yang dibentuk. Dan Naya memilih untuk melihat hidup layaknya ia melihat kembang api.

Minggu, 11 September 2016

Ternyata Aku Kangen Nulis #1

Memutuskan untuk menyebarkan tulisan-tulisan dulu yang cuma mengendap di laptop. Ini ditulis dulu, ditulis dengan otakku yang dulu, kalau ada yang salah-salah, dimaafin aja ya anggep aja lagi lebaran.

SURAT CINTA UNTUK IBU
Lonceng untuk Ibu


Bogor, 15 November 2014

            Assalamualaikum Wr. Wb
            Halo Ibu, apakah tepat jika aku mengucapkan selamat pagi? Atau lebih tepat selamat malam, selamat siang, atau selamat sore? Aku tak tahu Ibu. Aku percayakan suratku pada Pak Pos berbadan gembul yang terkejut ketika aku menuliskan alamat yang sama pada alamat penulis dan penerima surat. “Aneh banget kamu ngirim surat ke rumah sendiri!” Ujar Pak Pos seraya perutnya yang buncit bergoyang-goyang tak karuan.
            Ibu yang akan berulangtahun 2 Desember nanti. Apakah kau tahu bahwa saat aku kecil aku kesulitan membedakan 2 Desember dengan 22 Desember? Bagiku, keduanya adalah hari Ibu. Setiap tahun otakku berputar untuk mengingat tanggal ulangtahunmu. Aku takut salah memberi ucapan. Aku takut kelupaanku pada hari ulangtahunmu akan membuatmu tak menganggap aku sebagai anakmu lagi.
            Saat ini aku sudah beranjak dewasa Bu, aku sudah bisa membedakan 2 Desember dengan 22 Desember, umurku sudah 19 tahun. Ah, rasanya aku ingin melupakan angka itu! Tahun depan aku akan berkepala dua Bu, bagaimana jika aku tidak mau? Aku ingin menjadi gadis kecil yang dikepang rambutnya setiap pagi, sebelum jemputan mengklakson kencang di depan rumah.
            Bu, selama ini aku kira Ibu yang jahat, Ibu yang tidak peduli dengan anaknya, hanya ada di sinetron, karena aku memilki Ibu yang super baik yang selalu ada di rumah menemaniku sarapan sambil mengepang rambutku dan menyambutku dengan riang saat aku pulang dari sekolah, berbau matahari. Sekarang diriku yang sudah kuliah ini bertemu banyak orang dengan latar belakang berbeda Bu, dengan tipe Ibu yang berbeda, dan aku sadar bahwa Ibu-ibu yang ada di sinetron itu nyata. Aku mulai berpikir bahwa sinetron itu meniru realitas yang ada Bu, bukannya membentuk realitas baru. Ah, kenapa aku jadi membicarakan sinetron? Mata kuliah Pengantar Kajian Media mungkin telah mempengaruhi cara kerja otakku.
            Iya Ibu, aku tahu, aku mengerti Ibuku yang merupakan ibu rumah tangga tidak mengerti apa itu kelas Pengantar Kajian Media, Filsafat Komunikasi, atau Teori Komunikasi, yang Ibu mengerti adalah pelajaranku saat SD. Masih ingatkah Bu?
            Setiap ulangan semester aku meminta Ibu untuk menemaniku belajar, Ibu bertanya dan aku menjawab. Riang nian wajahku jika jawabanku benar, pertanda aku berhasil mengingat pelajaran yang akan diuji besok. Hal tersebut berlaku untuk pelajaran hapalan seperti IPA dan IPS. Lain lagi untuk pelajaran berhitung, Matematika.
            “Ting ting ting ting ting!” Lonceng kecil berbunyi, membuatku berlari bagai domba dipanggil sang penggembala. “Ting ting ting!” Iya Ibu aku sedang berlari menuju kesana. Bunyi lonceng adalah panggilan yang menandakan kertas-kertas putih sudah tidak kosong lagi. Kertas tersebut sudah penuh dengan soal-soal Matematika sesuai dengan bahan ulangan besok.
            Ibu adalah sosok setia yang membuatkanku berpuluh-puluh soal latihan Matematika agar aku bisa lancar mengerjakan ulangan besok. Ibu adalah pembunyi lonceng yang setia berperan memanggilku. “Ting ting ting ting ting!” bagaikan suara lembut Ibu yang memanggilku, memintaku belajar tanpa paksaan, tanpa tekanan.
            Saat ini aku sudah kuliah, tidak ada lagi bunyi lonceng yang memanggilku. Ulangan semester bertransisi menjadi ujian akhir semester yang berisi banyak teori, banyak konsep, dan banyak gagasan. Kertas putih akan tetap kosong, jika aku tidak menyentuhnya untuk membuat rangkuman sendiri. Tidak ada lagi tanganmu yang mengisi kekosongan kertas hvs dengan soal-soal singkat.

            Ibu, saat ini biarkan aku menjadi penerang dalam gelapmu. Sudah cukup waktumu menjadi pembunyi lonceng yang menuntunku menjalani tantangan hidup, ulangan di akhir semester. Ibu yang semakin tua di setiap tanggal 2 Desember. Anakmu yang beranjak dewasa menolak lupa lupa Bu, bahwa saat aku beranjak dewasa, Ibu pun menua. Maka Ibu, biarkan aku menjadi pembunyi loncengmu sekarang, dan selamanya.

Jumat, 08 Januari 2016

Mau Bertanya Nggak Sesat di Jalan #AskBNI


Gadis kecil tersesat di toko, ia menangis meraung.
Kakek-kakek tersesat di jalan pulang, ia ling-lung.
Anak muda salah memilih jurusan, ia merenung.


Tersesat di jalan itu gak selalu tentang tersesat ke tempat tujuan secara fisik. Tersesat di jalan bisa jadi merupakan tersesat di jalan hidup yang telah dipilih. Wah! Kalau udah begitu, bisa kacau!

******

Saat ini kehidupan saya dipenuhi tugas-tugas merancang integrated campaign, meneliti masalah komunikasi dari sebuah brand, mengonsep strategi kreatif yang pas, dan lain lain. Bukan, saya bukan anak advertising agency. Saya masih di level mahasiswa advertising di Ilmu Komunikasi UI yang sebentar lagi akan memasuki semester 6.

Semester 6 di Februari 2016, jadi mahasiswa tua kalo kata orang-orang. Senior yang paling senior. Udah belajar banyak hal baik di akademis maupun non-akademis. Semakin lama saya mempelajari bidang Komunikasi, saya semakin senang! Semakin suka! Semakin ngerasa kalo emang disinilah tempat saya! Gak kebayang deh kalo diterimanya di jurusan lain..

Tapi….gak semua orang mengalami hal yang sama. Saya teringat beberapa status social media teman-teman saya di berbagai jurusan. Beberapa teman merasa semakin banyak mereka belajar di jurusan yang mereka pilih, semakin merasa tersesat hidupnya.

“Kenapa jadi belajar ginian?”
“Kok gw milih jurusan ini ya dulu?”
“Aduh mau jadi apa nanti kalo udah lulus…”
 “Gw terjebak!”,

begitu kira-kira celotehan mereka.

Tersesat yang seperti itu pasti menyeramkan. Kalimat “Mau bertanya gak sesat di jalan” rasanya menjadi pas untuk kondisi itu, mereka harus bertanya sebelum memilih jurusan! Sebenarnya saya beruntung karena jurusan yang saya pilih ternyata memang “gue banget”. Saya memang bertanya mengenai Ilmu Komunikasi ketika saya masih SMA dulu, tapi toh pertanyaan yang ajukan sebenarnya masih dangkal. Orang yang saya tanya juga orang yang gak beda jauh  bocah ingusannya sama saya, hanya terpaut beda satu atau dua tahun. Bukan masalah umurnya, tapi masalah pengalaman dia di jurusan dan bidang yang bersangkutan masih sangat minim. Akhirnya jawaban yang saya dapat juga gak menjawab dengan jelas seperti apa kondisi yang akan saya hadapi jika diterima di jurusan tersebut.

Hal itu terjadi ketika saya kelas 3 SMA. Terdapat acara campus expo yang diadakan oleh alumni, kakak kelas yang berada satu tahun di atas saya, yang baru beres semester 1 perkuliahannya. Misalnya saya nanya tentang Ilmu Komunikasi UI ke kakak kelas saya yang baru beres semester 1 itu. Komunikasi UI berada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Di semester 1 mayoritas mata kuliah adalah mata kuliah tingkat universitas dan tingkat fakultas. Mata kuliah jurusannya? Mata kuliah komunikasinya? Cuma satu! “Pengantar Ilmu Komunikasi”, mau nanya apa saya ke mahasiswa yang baru belajar pengantar doang, mungkin dia tidak jauh beda dengan saya ngawang-ngawangnya tentang Ilmu Komunikasi. Nanya tentang jurusan di ITB ke anak semester 1 ITB? Baru semester 1! Belum masuk ke penjurusan.

Jadi untuk yang mau masuk kuliah, atau untuk semua keputusan arah jalan hidup, mau bertanya doang itu gak cukup, kita harus tau siapa orang yang pas untuk ditanya, biar gak tersesat di jalan :)

Susah menanamkan hal itu di otakmu? Bisa dimulai dari kebiasaan-kebiasaan kecil kok! Sesimpel bertanya informasi seputar BNI ke twitter @BNI46 menggunakan hashtag #AskBNI melalui direct message, langsung dibalas dengan jawaban yang pas dan dijamin gak bikin tersesat. Saya suka sama fitur ini, bikin mau bertanya! Karena tau dengan jelas kemana saya harus bertanya, jawabannya pun dijamin gak bikin "tersesat". Jangan malu bertanya dan jangan salah alamat nanyanya, tanamkan dalam pikiran.


 

Gak mau bertanya? Ya silahkan, tapi coba direnungi kembali. Orang yang bertanya saja masih bisa tersesat jika tidak bertanya pada orang yang tepat, kamu gak mau bertanya sama sekali? Hebat!

Pada akhirnya, mau bertanya nggak sesat di jalan pun rasanya jadi tidak cukup, baiknya diikuti dengan bertanya jangan asal, bertanyalah pada orang yang tepat.

Milikilah hati yang luas seluas langit biru. Di dalam hati yang luas kamu akan menampung rasa memaafkan yang besar, kekuatan untuk berpikir dan bertindak positif, serta semangat untuk menjelang hari esok yang tidak pernah pudar. Jadilah langit itu
-Seluas Langit Biru, Sitta Karina

Why?

Foto saya
Nabila Nur Sabrina. Bila. Ilmu Komunikasi UI 2013. Menulis karena memori otak tak bertahan selamanya.

Supportive Army

Minggu, 01 Januari 2017

Ritual Sakral Naya

Everyone has their own therapy. And for Naya, fireworks is the best therapy.

Naya tidak ingat kapan ritual ini menjadi begitu sakral baginya; melihat kembang api di malam tahun baru.... "Aduh berisik banget sih neng ini kembang api, ini bentuk lain dari bakar duit nih neng!", ujar Mang Jaker ketika Naya sedang melakukan ritual sakralnya pertama kali, ketika ia masih duduk di bangku SMP. Mang Jaker adalah salah satu satpam di komplek tempat tinggal Naya. Mang Jaker ini cukup dekat dengan Naya, Jaker sendiri adalah singkatan dari Jajang Keren. Mang Jajang mulai mengganti namanya menjadi Jaker semenjak ia naik jabatan menjadi kepala satpam komplek, bagian dari personal branding katanya, Naya hanya tertawa sekaligus takjub mendengar Mang Jaker berkata begitu.

Kembali lagi ke kembang api.

Perhatikan kembang api, bahan peledak berdaya ledak rendah piroteknik yang digunakan umumnya untuk estetika dan hiburan. Jika dilihat dari dekat, kembang api hanyalah butiran-butiran api tak berbentuk, berantakan, tabrakan satu sama lain, tak bermakna, hanya mengganggu telinga dengan suara ledakannya yang berisik. Tapi coba mundur melangkah, beri jarak, beri spasi untuk membaca lebih jelas pola yang dibentuk kembang api. Kembang api berubah menjadi bentuk bunga yang indah, bentuk air mancur, bentuk hati, dan bentuk lainnya yang sering membuat Naya berpikir siapa orang kreatif di balik pembuatan bentuk-bentuk kembang api ini, pekerjaan yang sangat kece menurut Naya. "Apa pekerjaan kamu? "Creative Fireworks Specialist". 

Melihat kembang api di malah tahun baru menjadi sakral bagi Naya karena ketika melihat kembang api, Naya mengingat semua masalah-masalahnya setahun ke belakang. Masalah-masalahnya yang kayak kembang api, masalah-masalah gak jelas, kecil sampai besar, berantakan, kesana-kemari, berisik meneriaki otaknya, bikin pusing tujuh keliling, dan yang paling penting, bikin hatinya sakit kayak disutuk-tusuk!

Namun, ketika Naya melangkah mundur, memberi jarak agar bisa melihat masalahnya dari jauh, melihat pola yang dibentuk, melihat big picture-nya, maka Naya tidak merasa pusing lagi.

Naya hanya tersenyum, melihat indahnya pola yang masalah-masalah kecil itu telah bentuk, bagaimana masalah-masalah tersebut membentuk hidup Naya, menjadikan Naya seperti sekarang. Manuasia kuat yang tahan sama berisiknya kembang api!

Bukan berarti Naya tidak sedih lagi jika mengingat masalah-masalah tersebut. Naya sadar betul ia adalah orang yang overthinker, otaknya kadang memang menyebalkan, memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak dipikirkan, ingiiiiin rasanya Naya pergi ke Lacuna Inc., menghapus sebagian memori seprti yang dilakukan oleh Clementine Kruczynski di film Eternal Sunshine of The Spotless Mind. Tapi Naya tidak bisa, Naya ada di dunia nyata. Dan di dunia nyata ini, ada hal yang bisa Naya lakukan, yaitu tidak membiarkan rasa sedih mendominasi.


-------

Melihat kembang api, harus mau mencoba melihat dari jarak jauh agar terlihat pola indah yang dibentuk. Dan Naya memilih untuk melihat hidup layaknya ia melihat kembang api.

Minggu, 11 September 2016

Ternyata Aku Kangen Nulis #1

Memutuskan untuk menyebarkan tulisan-tulisan dulu yang cuma mengendap di laptop. Ini ditulis dulu, ditulis dengan otakku yang dulu, kalau ada yang salah-salah, dimaafin aja ya anggep aja lagi lebaran.

SURAT CINTA UNTUK IBU
Lonceng untuk Ibu


Bogor, 15 November 2014

            Assalamualaikum Wr. Wb
            Halo Ibu, apakah tepat jika aku mengucapkan selamat pagi? Atau lebih tepat selamat malam, selamat siang, atau selamat sore? Aku tak tahu Ibu. Aku percayakan suratku pada Pak Pos berbadan gembul yang terkejut ketika aku menuliskan alamat yang sama pada alamat penulis dan penerima surat. “Aneh banget kamu ngirim surat ke rumah sendiri!” Ujar Pak Pos seraya perutnya yang buncit bergoyang-goyang tak karuan.
            Ibu yang akan berulangtahun 2 Desember nanti. Apakah kau tahu bahwa saat aku kecil aku kesulitan membedakan 2 Desember dengan 22 Desember? Bagiku, keduanya adalah hari Ibu. Setiap tahun otakku berputar untuk mengingat tanggal ulangtahunmu. Aku takut salah memberi ucapan. Aku takut kelupaanku pada hari ulangtahunmu akan membuatmu tak menganggap aku sebagai anakmu lagi.
            Saat ini aku sudah beranjak dewasa Bu, aku sudah bisa membedakan 2 Desember dengan 22 Desember, umurku sudah 19 tahun. Ah, rasanya aku ingin melupakan angka itu! Tahun depan aku akan berkepala dua Bu, bagaimana jika aku tidak mau? Aku ingin menjadi gadis kecil yang dikepang rambutnya setiap pagi, sebelum jemputan mengklakson kencang di depan rumah.
            Bu, selama ini aku kira Ibu yang jahat, Ibu yang tidak peduli dengan anaknya, hanya ada di sinetron, karena aku memilki Ibu yang super baik yang selalu ada di rumah menemaniku sarapan sambil mengepang rambutku dan menyambutku dengan riang saat aku pulang dari sekolah, berbau matahari. Sekarang diriku yang sudah kuliah ini bertemu banyak orang dengan latar belakang berbeda Bu, dengan tipe Ibu yang berbeda, dan aku sadar bahwa Ibu-ibu yang ada di sinetron itu nyata. Aku mulai berpikir bahwa sinetron itu meniru realitas yang ada Bu, bukannya membentuk realitas baru. Ah, kenapa aku jadi membicarakan sinetron? Mata kuliah Pengantar Kajian Media mungkin telah mempengaruhi cara kerja otakku.
            Iya Ibu, aku tahu, aku mengerti Ibuku yang merupakan ibu rumah tangga tidak mengerti apa itu kelas Pengantar Kajian Media, Filsafat Komunikasi, atau Teori Komunikasi, yang Ibu mengerti adalah pelajaranku saat SD. Masih ingatkah Bu?
            Setiap ulangan semester aku meminta Ibu untuk menemaniku belajar, Ibu bertanya dan aku menjawab. Riang nian wajahku jika jawabanku benar, pertanda aku berhasil mengingat pelajaran yang akan diuji besok. Hal tersebut berlaku untuk pelajaran hapalan seperti IPA dan IPS. Lain lagi untuk pelajaran berhitung, Matematika.
            “Ting ting ting ting ting!” Lonceng kecil berbunyi, membuatku berlari bagai domba dipanggil sang penggembala. “Ting ting ting!” Iya Ibu aku sedang berlari menuju kesana. Bunyi lonceng adalah panggilan yang menandakan kertas-kertas putih sudah tidak kosong lagi. Kertas tersebut sudah penuh dengan soal-soal Matematika sesuai dengan bahan ulangan besok.
            Ibu adalah sosok setia yang membuatkanku berpuluh-puluh soal latihan Matematika agar aku bisa lancar mengerjakan ulangan besok. Ibu adalah pembunyi lonceng yang setia berperan memanggilku. “Ting ting ting ting ting!” bagaikan suara lembut Ibu yang memanggilku, memintaku belajar tanpa paksaan, tanpa tekanan.
            Saat ini aku sudah kuliah, tidak ada lagi bunyi lonceng yang memanggilku. Ulangan semester bertransisi menjadi ujian akhir semester yang berisi banyak teori, banyak konsep, dan banyak gagasan. Kertas putih akan tetap kosong, jika aku tidak menyentuhnya untuk membuat rangkuman sendiri. Tidak ada lagi tanganmu yang mengisi kekosongan kertas hvs dengan soal-soal singkat.

            Ibu, saat ini biarkan aku menjadi penerang dalam gelapmu. Sudah cukup waktumu menjadi pembunyi lonceng yang menuntunku menjalani tantangan hidup, ulangan di akhir semester. Ibu yang semakin tua di setiap tanggal 2 Desember. Anakmu yang beranjak dewasa menolak lupa lupa Bu, bahwa saat aku beranjak dewasa, Ibu pun menua. Maka Ibu, biarkan aku menjadi pembunyi loncengmu sekarang, dan selamanya.

Jumat, 08 Januari 2016

Mau Bertanya Nggak Sesat di Jalan #AskBNI


Gadis kecil tersesat di toko, ia menangis meraung.
Kakek-kakek tersesat di jalan pulang, ia ling-lung.
Anak muda salah memilih jurusan, ia merenung.


Tersesat di jalan itu gak selalu tentang tersesat ke tempat tujuan secara fisik. Tersesat di jalan bisa jadi merupakan tersesat di jalan hidup yang telah dipilih. Wah! Kalau udah begitu, bisa kacau!

******

Saat ini kehidupan saya dipenuhi tugas-tugas merancang integrated campaign, meneliti masalah komunikasi dari sebuah brand, mengonsep strategi kreatif yang pas, dan lain lain. Bukan, saya bukan anak advertising agency. Saya masih di level mahasiswa advertising di Ilmu Komunikasi UI yang sebentar lagi akan memasuki semester 6.

Semester 6 di Februari 2016, jadi mahasiswa tua kalo kata orang-orang. Senior yang paling senior. Udah belajar banyak hal baik di akademis maupun non-akademis. Semakin lama saya mempelajari bidang Komunikasi, saya semakin senang! Semakin suka! Semakin ngerasa kalo emang disinilah tempat saya! Gak kebayang deh kalo diterimanya di jurusan lain..

Tapi….gak semua orang mengalami hal yang sama. Saya teringat beberapa status social media teman-teman saya di berbagai jurusan. Beberapa teman merasa semakin banyak mereka belajar di jurusan yang mereka pilih, semakin merasa tersesat hidupnya.

“Kenapa jadi belajar ginian?”
“Kok gw milih jurusan ini ya dulu?”
“Aduh mau jadi apa nanti kalo udah lulus…”
 “Gw terjebak!”,

begitu kira-kira celotehan mereka.

Tersesat yang seperti itu pasti menyeramkan. Kalimat “Mau bertanya gak sesat di jalan” rasanya menjadi pas untuk kondisi itu, mereka harus bertanya sebelum memilih jurusan! Sebenarnya saya beruntung karena jurusan yang saya pilih ternyata memang “gue banget”. Saya memang bertanya mengenai Ilmu Komunikasi ketika saya masih SMA dulu, tapi toh pertanyaan yang ajukan sebenarnya masih dangkal. Orang yang saya tanya juga orang yang gak beda jauh  bocah ingusannya sama saya, hanya terpaut beda satu atau dua tahun. Bukan masalah umurnya, tapi masalah pengalaman dia di jurusan dan bidang yang bersangkutan masih sangat minim. Akhirnya jawaban yang saya dapat juga gak menjawab dengan jelas seperti apa kondisi yang akan saya hadapi jika diterima di jurusan tersebut.

Hal itu terjadi ketika saya kelas 3 SMA. Terdapat acara campus expo yang diadakan oleh alumni, kakak kelas yang berada satu tahun di atas saya, yang baru beres semester 1 perkuliahannya. Misalnya saya nanya tentang Ilmu Komunikasi UI ke kakak kelas saya yang baru beres semester 1 itu. Komunikasi UI berada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Di semester 1 mayoritas mata kuliah adalah mata kuliah tingkat universitas dan tingkat fakultas. Mata kuliah jurusannya? Mata kuliah komunikasinya? Cuma satu! “Pengantar Ilmu Komunikasi”, mau nanya apa saya ke mahasiswa yang baru belajar pengantar doang, mungkin dia tidak jauh beda dengan saya ngawang-ngawangnya tentang Ilmu Komunikasi. Nanya tentang jurusan di ITB ke anak semester 1 ITB? Baru semester 1! Belum masuk ke penjurusan.

Jadi untuk yang mau masuk kuliah, atau untuk semua keputusan arah jalan hidup, mau bertanya doang itu gak cukup, kita harus tau siapa orang yang pas untuk ditanya, biar gak tersesat di jalan :)

Susah menanamkan hal itu di otakmu? Bisa dimulai dari kebiasaan-kebiasaan kecil kok! Sesimpel bertanya informasi seputar BNI ke twitter @BNI46 menggunakan hashtag #AskBNI melalui direct message, langsung dibalas dengan jawaban yang pas dan dijamin gak bikin tersesat. Saya suka sama fitur ini, bikin mau bertanya! Karena tau dengan jelas kemana saya harus bertanya, jawabannya pun dijamin gak bikin "tersesat". Jangan malu bertanya dan jangan salah alamat nanyanya, tanamkan dalam pikiran.


 

Gak mau bertanya? Ya silahkan, tapi coba direnungi kembali. Orang yang bertanya saja masih bisa tersesat jika tidak bertanya pada orang yang tepat, kamu gak mau bertanya sama sekali? Hebat!

Pada akhirnya, mau bertanya nggak sesat di jalan pun rasanya jadi tidak cukup, baiknya diikuti dengan bertanya jangan asal, bertanyalah pada orang yang tepat.

Pages