Gadis kecil tersesat di toko, ia
menangis meraung.
Kakek-kakek tersesat di jalan pulang,
ia ling-lung.
Anak muda salah memilih jurusan, ia merenung.
Tersesat di jalan itu gak selalu tentang
tersesat ke tempat tujuan secara fisik. Tersesat di jalan bisa jadi merupakan
tersesat di jalan hidup yang telah dipilih. Wah! Kalau udah begitu, bisa kacau!
******
Saat ini kehidupan saya dipenuhi
tugas-tugas merancang integrated campaign,
meneliti masalah komunikasi dari sebuah brand,
mengonsep strategi kreatif yang pas, dan lain lain. Bukan, saya bukan anak advertising agency. Saya masih di level
mahasiswa advertising di Ilmu
Komunikasi UI yang sebentar lagi akan memasuki semester 6.
Semester 6 di Februari 2016, jadi mahasiswa
tua kalo kata orang-orang. Senior yang paling senior. Udah belajar banyak hal
baik di akademis maupun non-akademis. Semakin lama saya mempelajari bidang Komunikasi,
saya semakin senang! Semakin suka! Semakin ngerasa kalo emang disinilah tempat
saya! Gak kebayang deh kalo diterimanya di jurusan lain..
Tapi….gak semua orang mengalami hal
yang sama. Saya teringat beberapa status social
media teman-teman saya di berbagai jurusan. Beberapa teman merasa semakin
banyak mereka belajar di jurusan yang mereka pilih, semakin merasa tersesat
hidupnya.
“Kenapa jadi belajar ginian?”
“Kok gw milih jurusan ini ya dulu?”
“Aduh mau jadi apa nanti kalo udah
lulus…”
“Gw terjebak!”,
begitu kira-kira celotehan mereka.
Tersesat yang seperti itu pasti
menyeramkan. Kalimat “Mau bertanya gak sesat di jalan” rasanya menjadi pas
untuk kondisi itu, mereka harus bertanya sebelum memilih jurusan! Sebenarnya
saya beruntung karena jurusan yang saya pilih ternyata memang “gue banget”. Saya
memang bertanya mengenai Ilmu Komunikasi ketika saya masih SMA dulu, tapi toh pertanyaan
yang ajukan sebenarnya masih dangkal. Orang yang saya tanya juga orang yang gak
beda jauh bocah ingusannya sama saya,
hanya terpaut beda satu atau dua tahun. Bukan masalah umurnya, tapi masalah
pengalaman dia di jurusan dan bidang yang bersangkutan masih sangat minim. Akhirnya
jawaban yang saya dapat juga gak menjawab dengan jelas seperti apa kondisi yang
akan saya hadapi jika diterima di jurusan tersebut.
Hal itu terjadi ketika saya kelas 3
SMA. Terdapat acara campus expo yang
diadakan oleh alumni, kakak kelas yang berada satu tahun di atas saya, yang
baru beres semester 1 perkuliahannya. Misalnya saya nanya tentang Ilmu
Komunikasi UI ke kakak kelas saya yang baru beres semester 1 itu. Komunikasi UI
berada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Di semester 1 mayoritas
mata kuliah adalah mata kuliah tingkat universitas dan tingkat fakultas. Mata
kuliah jurusannya? Mata kuliah komunikasinya? Cuma satu! “Pengantar Ilmu
Komunikasi”, mau nanya apa saya ke mahasiswa yang baru belajar pengantar doang, mungkin dia tidak jauh beda dengan saya ngawang-ngawangnya tentang Ilmu
Komunikasi. Nanya tentang jurusan di ITB ke anak semester 1 ITB? Baru semester
1! Belum masuk ke penjurusan.
Jadi untuk yang mau masuk kuliah, atau
untuk semua keputusan arah jalan hidup, mau bertanya doang itu gak cukup, kita harus
tau siapa orang yang pas untuk ditanya, biar gak tersesat di jalan :)
Susah menanamkan hal itu di otakmu?
Bisa dimulai dari kebiasaan-kebiasaan kecil kok! Sesimpel bertanya informasi
seputar BNI ke twitter @BNI46 menggunakan hashtag #AskBNI melalui direct message, langsung dibalas dengan
jawaban yang pas dan dijamin gak bikin tersesat. Saya suka sama fitur ini, bikin mau bertanya! Karena tau dengan jelas kemana saya harus bertanya, jawabannya pun dijamin gak bikin "tersesat". Jangan malu bertanya dan
jangan salah alamat nanyanya, tanamkan dalam pikiran.
Gak mau bertanya? Ya silahkan, tapi
coba direnungi kembali. Orang yang bertanya saja masih bisa tersesat jika tidak
bertanya pada orang yang tepat, kamu gak mau bertanya sama sekali? Hebat!
Pada akhirnya, mau bertanya nggak sesat
di jalan pun rasanya jadi tidak cukup, baiknya diikuti dengan bertanya jangan
asal, bertanyalah pada orang yang tepat.