Jumat, 08 Januari 2016

Mau Bertanya Nggak Sesat di Jalan #AskBNI


Gadis kecil tersesat di toko, ia menangis meraung.
Kakek-kakek tersesat di jalan pulang, ia ling-lung.
Anak muda salah memilih jurusan, ia merenung.


Tersesat di jalan itu gak selalu tentang tersesat ke tempat tujuan secara fisik. Tersesat di jalan bisa jadi merupakan tersesat di jalan hidup yang telah dipilih. Wah! Kalau udah begitu, bisa kacau!

******

Saat ini kehidupan saya dipenuhi tugas-tugas merancang integrated campaign, meneliti masalah komunikasi dari sebuah brand, mengonsep strategi kreatif yang pas, dan lain lain. Bukan, saya bukan anak advertising agency. Saya masih di level mahasiswa advertising di Ilmu Komunikasi UI yang sebentar lagi akan memasuki semester 6.

Semester 6 di Februari 2016, jadi mahasiswa tua kalo kata orang-orang. Senior yang paling senior. Udah belajar banyak hal baik di akademis maupun non-akademis. Semakin lama saya mempelajari bidang Komunikasi, saya semakin senang! Semakin suka! Semakin ngerasa kalo emang disinilah tempat saya! Gak kebayang deh kalo diterimanya di jurusan lain..

Tapi….gak semua orang mengalami hal yang sama. Saya teringat beberapa status social media teman-teman saya di berbagai jurusan. Beberapa teman merasa semakin banyak mereka belajar di jurusan yang mereka pilih, semakin merasa tersesat hidupnya.

“Kenapa jadi belajar ginian?”
“Kok gw milih jurusan ini ya dulu?”
“Aduh mau jadi apa nanti kalo udah lulus…”
 “Gw terjebak!”,

begitu kira-kira celotehan mereka.

Tersesat yang seperti itu pasti menyeramkan. Kalimat “Mau bertanya gak sesat di jalan” rasanya menjadi pas untuk kondisi itu, mereka harus bertanya sebelum memilih jurusan! Sebenarnya saya beruntung karena jurusan yang saya pilih ternyata memang “gue banget”. Saya memang bertanya mengenai Ilmu Komunikasi ketika saya masih SMA dulu, tapi toh pertanyaan yang ajukan sebenarnya masih dangkal. Orang yang saya tanya juga orang yang gak beda jauh  bocah ingusannya sama saya, hanya terpaut beda satu atau dua tahun. Bukan masalah umurnya, tapi masalah pengalaman dia di jurusan dan bidang yang bersangkutan masih sangat minim. Akhirnya jawaban yang saya dapat juga gak menjawab dengan jelas seperti apa kondisi yang akan saya hadapi jika diterima di jurusan tersebut.

Hal itu terjadi ketika saya kelas 3 SMA. Terdapat acara campus expo yang diadakan oleh alumni, kakak kelas yang berada satu tahun di atas saya, yang baru beres semester 1 perkuliahannya. Misalnya saya nanya tentang Ilmu Komunikasi UI ke kakak kelas saya yang baru beres semester 1 itu. Komunikasi UI berada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Di semester 1 mayoritas mata kuliah adalah mata kuliah tingkat universitas dan tingkat fakultas. Mata kuliah jurusannya? Mata kuliah komunikasinya? Cuma satu! “Pengantar Ilmu Komunikasi”, mau nanya apa saya ke mahasiswa yang baru belajar pengantar doang, mungkin dia tidak jauh beda dengan saya ngawang-ngawangnya tentang Ilmu Komunikasi. Nanya tentang jurusan di ITB ke anak semester 1 ITB? Baru semester 1! Belum masuk ke penjurusan.

Jadi untuk yang mau masuk kuliah, atau untuk semua keputusan arah jalan hidup, mau bertanya doang itu gak cukup, kita harus tau siapa orang yang pas untuk ditanya, biar gak tersesat di jalan :)

Susah menanamkan hal itu di otakmu? Bisa dimulai dari kebiasaan-kebiasaan kecil kok! Sesimpel bertanya informasi seputar BNI ke twitter @BNI46 menggunakan hashtag #AskBNI melalui direct message, langsung dibalas dengan jawaban yang pas dan dijamin gak bikin tersesat. Saya suka sama fitur ini, bikin mau bertanya! Karena tau dengan jelas kemana saya harus bertanya, jawabannya pun dijamin gak bikin "tersesat". Jangan malu bertanya dan jangan salah alamat nanyanya, tanamkan dalam pikiran.


 

Gak mau bertanya? Ya silahkan, tapi coba direnungi kembali. Orang yang bertanya saja masih bisa tersesat jika tidak bertanya pada orang yang tepat, kamu gak mau bertanya sama sekali? Hebat!

Pada akhirnya, mau bertanya nggak sesat di jalan pun rasanya jadi tidak cukup, baiknya diikuti dengan bertanya jangan asal, bertanyalah pada orang yang tepat.

Milikilah hati yang luas seluas langit biru. Di dalam hati yang luas kamu akan menampung rasa memaafkan yang besar, kekuatan untuk berpikir dan bertindak positif, serta semangat untuk menjelang hari esok yang tidak pernah pudar. Jadilah langit itu
-Seluas Langit Biru, Sitta Karina

Why?

Foto saya
Nabila Nur Sabrina. Bila. Ilmu Komunikasi UI 2013. Menulis karena memori otak tak bertahan selamanya.

Supportive Army

Jumat, 08 Januari 2016

Mau Bertanya Nggak Sesat di Jalan #AskBNI


Gadis kecil tersesat di toko, ia menangis meraung.
Kakek-kakek tersesat di jalan pulang, ia ling-lung.
Anak muda salah memilih jurusan, ia merenung.


Tersesat di jalan itu gak selalu tentang tersesat ke tempat tujuan secara fisik. Tersesat di jalan bisa jadi merupakan tersesat di jalan hidup yang telah dipilih. Wah! Kalau udah begitu, bisa kacau!

******

Saat ini kehidupan saya dipenuhi tugas-tugas merancang integrated campaign, meneliti masalah komunikasi dari sebuah brand, mengonsep strategi kreatif yang pas, dan lain lain. Bukan, saya bukan anak advertising agency. Saya masih di level mahasiswa advertising di Ilmu Komunikasi UI yang sebentar lagi akan memasuki semester 6.

Semester 6 di Februari 2016, jadi mahasiswa tua kalo kata orang-orang. Senior yang paling senior. Udah belajar banyak hal baik di akademis maupun non-akademis. Semakin lama saya mempelajari bidang Komunikasi, saya semakin senang! Semakin suka! Semakin ngerasa kalo emang disinilah tempat saya! Gak kebayang deh kalo diterimanya di jurusan lain..

Tapi….gak semua orang mengalami hal yang sama. Saya teringat beberapa status social media teman-teman saya di berbagai jurusan. Beberapa teman merasa semakin banyak mereka belajar di jurusan yang mereka pilih, semakin merasa tersesat hidupnya.

“Kenapa jadi belajar ginian?”
“Kok gw milih jurusan ini ya dulu?”
“Aduh mau jadi apa nanti kalo udah lulus…”
 “Gw terjebak!”,

begitu kira-kira celotehan mereka.

Tersesat yang seperti itu pasti menyeramkan. Kalimat “Mau bertanya gak sesat di jalan” rasanya menjadi pas untuk kondisi itu, mereka harus bertanya sebelum memilih jurusan! Sebenarnya saya beruntung karena jurusan yang saya pilih ternyata memang “gue banget”. Saya memang bertanya mengenai Ilmu Komunikasi ketika saya masih SMA dulu, tapi toh pertanyaan yang ajukan sebenarnya masih dangkal. Orang yang saya tanya juga orang yang gak beda jauh  bocah ingusannya sama saya, hanya terpaut beda satu atau dua tahun. Bukan masalah umurnya, tapi masalah pengalaman dia di jurusan dan bidang yang bersangkutan masih sangat minim. Akhirnya jawaban yang saya dapat juga gak menjawab dengan jelas seperti apa kondisi yang akan saya hadapi jika diterima di jurusan tersebut.

Hal itu terjadi ketika saya kelas 3 SMA. Terdapat acara campus expo yang diadakan oleh alumni, kakak kelas yang berada satu tahun di atas saya, yang baru beres semester 1 perkuliahannya. Misalnya saya nanya tentang Ilmu Komunikasi UI ke kakak kelas saya yang baru beres semester 1 itu. Komunikasi UI berada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Di semester 1 mayoritas mata kuliah adalah mata kuliah tingkat universitas dan tingkat fakultas. Mata kuliah jurusannya? Mata kuliah komunikasinya? Cuma satu! “Pengantar Ilmu Komunikasi”, mau nanya apa saya ke mahasiswa yang baru belajar pengantar doang, mungkin dia tidak jauh beda dengan saya ngawang-ngawangnya tentang Ilmu Komunikasi. Nanya tentang jurusan di ITB ke anak semester 1 ITB? Baru semester 1! Belum masuk ke penjurusan.

Jadi untuk yang mau masuk kuliah, atau untuk semua keputusan arah jalan hidup, mau bertanya doang itu gak cukup, kita harus tau siapa orang yang pas untuk ditanya, biar gak tersesat di jalan :)

Susah menanamkan hal itu di otakmu? Bisa dimulai dari kebiasaan-kebiasaan kecil kok! Sesimpel bertanya informasi seputar BNI ke twitter @BNI46 menggunakan hashtag #AskBNI melalui direct message, langsung dibalas dengan jawaban yang pas dan dijamin gak bikin tersesat. Saya suka sama fitur ini, bikin mau bertanya! Karena tau dengan jelas kemana saya harus bertanya, jawabannya pun dijamin gak bikin "tersesat". Jangan malu bertanya dan jangan salah alamat nanyanya, tanamkan dalam pikiran.


 

Gak mau bertanya? Ya silahkan, tapi coba direnungi kembali. Orang yang bertanya saja masih bisa tersesat jika tidak bertanya pada orang yang tepat, kamu gak mau bertanya sama sekali? Hebat!

Pada akhirnya, mau bertanya nggak sesat di jalan pun rasanya jadi tidak cukup, baiknya diikuti dengan bertanya jangan asal, bertanyalah pada orang yang tepat.

Pages