Mata dimanjakan oleh gerak tubuh penari tradisional dan
modern, telinga terhanyut oleh musik tradisional yang indah. Semua itu didapat
hanya dengan menyaksikan pagelaran Komunitas Tari FISIP Universitas Indonesia
(KTF UI) Nari Mataya Lokatara ”Perempuan yang Menari dengan Luar Biasa” .
Nari Mataya Lokatara dilaksanakan
pada hari Sabtu, 5 Oktober 2013 bertempat di gedung Sapta Pesona, Jakarta. Nari
Mataya Lokatara merupakan pagelaran pertama yang diadakan oleh KTF UI setelah
sebelumnya KTF UI pernah menampilkan dua buah konser gelar pamit dalam rangka
keberangkatan misi budaya ke Eropa pada tahun 2011 dan 2012.
Nari Mataya Lokatara menceritakan
kisah seorang perempuan bernama Nari yang berasal dari keluarga penari. Kisah
dimulai saat Nari diberi kesempatan untuk tampil bersama keluarga, tetapi ia
tidak mampu memberikan yang terbaik. Dengan keinginan yang kuat untuk bisa
menari, Nari diberi sebuah buku pedoman yang membawa dirinya berkelana ke dunia
lain, dunia Nari belajar menari, belajar cinta, dan mengahajar gangguan yang
ada.
Pagelaran dibuka pada pukul 19.00
WIB dengan tari melayu, tari Lenggang Maye. Tarian ini menjadi tari pembuka karena
merupakan tari selamat datang untuk menyambut tamu-tamu penting dalam sebuah
pesta adat di tanah melayu. Dalam pagelaran kali ini berbeda dengan konser
gelar pamit, KTF UI tidak hanya menampilkan tarian tradisonal tetapi juga
tarian kontemporer dan modern. Jumlah tarian yang ditampilkan ada delapan yaitu
tari Lenggang Maye, tari Jawaroayu, tari Topeng Nindak, tarian Hip-Hop, tari
Kalimantan Zalecha, tari Kontemporer, tari Zabet dan terakhir Sexy Dance. Tari
tradisional tidak akan berjalan mulus tanpa bantuan para pemusik KTF UI yang
tidak kalah hebatnya. Selain itu, pagelaran Nari Mataya Lokatara juga mengusung
konsep tarian yang dikombinasi dengan drama, bekerja sama dengan komunitas
teater FISIP UI.
Tarian yang paling saya sukai adalah
tari Topeng Nindak. Tari Topeng Nindak terdiri dari penari perempuan dan
laki-laki, tarian ini menceritakan tentang keinginan seorang perempuan yang
ingin belajar menari, namun melupakan inti dari usahanya dalam belajar menari,
yaitu proses. Hal yang saya sukai dari tarian ini selain karena tari ini
terdiri dari penari perempuan dan laki-laki adalah energi yang saya dapat
setelah menyasksikan tarian ini. Pada tarian sebelumnya, tari Melayu Lenggang
Maye, terlihat keanggunan dari seorang penari perempuan sedangkan tari Topeng
Nindak terkesan lebih semangat karena hentakan kakinya. Tari Kontemporer yang
menceritakan pasangan yang saling jatuh
cinta dan sedang asik bersama tetapi diganggu oleh makhluk halus yang mengancam
mereka pun tidak kalah kerennya, tari kontemporer ini sangat indah dan memukau
mata.
Sangat disayangkan, menurut
pandangan saya akan lebih baik jika tarian penutup pagelaran Nari Mataya
Lokatara ini adalah tari tradisional. Tarian modern sebaiknya disisipkan pada
tengah pagelaran dan tarian penutupnya tetap tarian tradisional. Selain itu,
durasi yang diberikan khusus untuk pemusik tampil terlalu singkat sehingga
keahlian pemusik dalam memainkan alat musiknya kurang terekspos.
Secara keseluruhan anda pasti tidak
merasa rugi menyaksikan pagelaran KTF UI Nari Mataya Lokatara, sebuah
persembahan dan bentuk kreatifitas anak muda dalam bentuk tari tradisonal,
kontemporer, dan modern yang dikombinasikan dengan drama ringan dan menghibur. Harapan
saya untuk Komunitas Tari FISIP UI semoga pagelaran seperti ini dapat menjadi annual event dan tetap dikemas dengan
kreatif dan lebih rapi lagi. Selain itu semoga KTF UI dapat berkembang menjadi
komunitas tari yang bagus dan diapresiasi oleh masyarakat, khususnya warga
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Nabila Nur Sabrina - Ilmu Komunikasi UI 2013